HOME ALONE

Gambar terkait
    Kicauan burung-burung membangunkan tidurku. Aku terbangun dalam keadaan bingung. Pada awalnya, aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Apa yang telah di rencanakan Tuhan? Aku sungguh bingung. Sambil melihat-melihat sekeliling rumah, nampak semuanya sepi. Dalam Keremangan rumahku, aku baru sadar kalau dua sosok yang dulu aku bangga-banggakan kini telah hijrah ke kota metropolitan. Dimana tujuan beliau-beliau ini adalah untuk menafkahi sesosok anak yang banyak melakukan kesengsaraan bagi beliau. Ya Allah, mengapa aku harus sendirian? Tuhan-pun menjawab pertanyaanku tadi dengan keadaan sekitar.

Aku sadar, bahwa aku perlu kemandirian, yang belum tertanam di dalam jiwa dan ragaku ini. Sungguh Engkau Maha Kuasa ya Rabb. Setelah berfikir panjang tentang hal itu, kemudia aku melangkah dengan ketidak percayaan tentang hal ini. Aku sekarang mengerti, bahwa di balik semua ini ada sesuatu yang terselip dengan beribu-ribu manfaat. Kamar mandi tujuanku saat itu. Dengan sarung yang baru saja di pakai, aku melangkah untuk menyirami tubuhku dengan air yang Tuhan ciptakan. Di dalam kamar mandi, aku menundukkan kepalaku dengan sejuta perasaan yang bercampur aduk. Aku masih bertanya-tanya dalam lubuk hatiku.

      Apakah aku bisa menjawab semua ujian yang Engkau berikan ? Sungguh, aku pikir tidak akan mampu. Tapi entahlah, pasti Tuhan memberikan yang terbaik pada hamba-Nya. Setelah selesai aku membersihkan tubuhku, aku pergi ke kamar untuk mengenakan pakaian sekolah. Pakaian sekolah aku pakai, namun bayangan dua sosok yang sangat penting dalam hidupku masih terbayang di dinding.

"Ya Allah, kenapa fikiranku ini?". Sambil mengenakan pakaian aku terus memikirkan hal yang sedemikian itu. "Sudahlsh Firman, kamu ini pasti bisa menghadapi cobaan ini". Bisikan hati mengatakan hal itu padaku. Selesai bersiap-siap, aku langsung menurunkan sepeda motor yang Ayah beli untuk kebutuhan keluarga. Kembali, pertanyaan itu ada di hadapanku di kala aku mulai menurunkan sepeda motor. Dengan perasaan yang bercampur aduk, aku mebgjidupkan sepeda lalu pergi ke sekolah untuk memenuhi kewajibanku dalam mencari ilmu.

      Sesampainya di sekolah, perasaan yang tadi menghantuiku hilang sedikit demi sedikit. Suasana kelas yang tak asing lagi bagiku, kembali menghibur sesosok manusia ini dengan penuh canda dan tawa. "Inilah kehidupan, yang dulunya bergelinangan air mata. Kini berotasi sampai 180 derajat menjadi kebahagiaan". Hati nuraniku berbicara demikian.

      Di kelas yang penuh sejara ini, aku mampu mengubah kondisi hatiku, walaupun setetes embun. Canda tawa menghiasi setiap putaran waktu. Berjam-jam sudah aku lewati di kelas ini, dan kini waktu aku pulang. Dengan perasaan yang sedikit berbeda, aku mulai bisa menerima takdir. Kembali dengan sepeda motor ayahku, aku pulang dengan penuh ketenangan. Sesampainya dirumah, dari sisi luar aku melihat kalau rumah dengan cat tembok hijau ini kosong tanpa penghuni. Lembaran sejarah yang lampau telah terukir di bangunan yang kokoh ini.

      Pemimpin di rumah ini bukan lagi ayahku, tapi anak kecil yang mulai tumbuh dewasa yang akan mengambil alih kekuasaan tertinggi di rumah ini. Tak kalah dengan kerajaan Inggris, rumah dengan cat hijau kini punya raja. Tapi, apakah seorang raja itu bodoh dan jahat?. Pertanyaan itu muncul secara tiba-tiba di dalam hatiku. "Aku ini bukan raja di rumah ini, melainkan aku adalah seorang scurity yang harus mempertahankan kerajaan kecil yang di tinggal oleh rajanya (ayahku)". Kataku sambil membuka kunci pintu.

      Aktifitas baruku yang akan menentukan hidupku di masa depan. Peluang-peluang seperti ini takkan aku sia-siakan. Seiring berjalannya waktu. Hari demi hari aku lewati, sampai akhirnya aku dapat kabar dari kakak sepupuku yang di Bangkalan katanya mau pulang ke tanah kelahirannya. Sungguh hatiku sangat bahagia yang tak dapat aku lukiskan dengan kata-kata.

Kakak sepupuku bernama Novil. Dia adalah seorang aktivis Bangkalan yang sering turun jalan demi kebenaran. Aku semakin bernafsu untuk bertemu dengannya, karena kesendirian yang terlukiskan di hari sebelumnya. Dan pada akhirnya, Kakakku ini sampai di tanah kelahirannya pada jam 17.00 WIB. Hati yang dulu rindu, kini terobati. Dia datang dengan senyuman yang membuat aku meloncat-loncat di dalam hatiku.
       Kemudian, dia melangkahkan kakinya ke rumah yang di tinggal oleh rajanya. "Kamu beneran sendirian Man?". Seolah-olah, ia tak percaya akan hal ini. "Ya iyalah. Tapi masih ada saudara-saudaraku di luar sana yang bikin aku tersenyum". Kataku dengan ekspresi bahagia.
      Dia mengganti pakaiannya dengan sarung. Setelah berbincang-bincang dengan kakaku, lalu aku pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu'. Selesai mengambil wudhu', aku melakukan isro' mi'roj (perjalanan menuju Tuhan) dan berdoa pada yang Maha Kuasa. "Ya Rabb. Selamatkanlah kedua orang tuaku, kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihaniku sejak kecil. Berilah kami rezeki dengan ridha-Mu, berilah kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dan selamatkanlah kami sampai menghadap-Mu ya Rabb".
        Selesai sholat, aku bersantai di ruang tamu, dan nonton tv. Kakakku sholat, kemudian bersantai juga denganku di ruang tamu. Kami berdua bercanda bersama dengan penuh kebahagiaan. Menjelang dinihari, aku dan kakakku masih nonton tv. Sampai kami tertidur di depan tv, entah tv itu di matikan atau tidak. Tidur dengan perasaan yang berbeda, membuat tidurku lelap.
      Adzan shubuh membangunkan kami. Dengan rasa malas, aku bangun dan terus sholat shubuh, begitu juga kakakku. Pagi yang indah bagiku. Kicauan burung-burung mungil menghidupkan suasana sehingga aku dalam menghirup udara segar dengan penuh kebahagiaan. Hari-hari, ku lewati dengan kakakku. Sampai pada akhirnya, dia kembali lagi ke kampusnya di Bangkalan. Sungguh perasaanku kembali terpukul. Tapi sudahlah, toh orang tuaku akan kembali lagi kesini. Kini aku kembali tinggal dengan malaikat-malaikat yang selalu ada di kanan-kiriku. Kehidupanku saat ini, gambaran masa depanku. Meskipun di rumah aku sendirian, tapi itu tidak mematahkan semangatku untuk kembali berkarya, mengukir kembali lembaran sejarah dengan segudang ilmu yang mungkin manusia lain tak memilikinya. Pantang menyerah, hantam apapun yang menghalangmu untuk berkarua demi bangsa dan negara. Thanks You Allah 

"Kehidupanku saat ini, gambaran masa depanku"
- Firman Maulana -
"Orang bisa mengalahkan orang lain dengan ilmunya, tapi tidak untuk pengalamannya"
- Firman Maulana -


Andulang, 11 Februari 2016
Penulis,

A. Firman Maulana